Puasa Ramadan dan Kesehatan
Lama waktu puasa Ramadan sangatlah bervariasi, tergantung dari letak geografis suatu tempat. Di Indonesia, puasa dijalankan selama kurang lebih 14 jam, sementara di negara negara Eropa seperti Jerman, Inggris, Belanda puasa Ramadan berjalan selama 18 jam, bahkan di wilayah Skandinavia puasa hampir seharian penuh yaitu sekitar 20 jam. Beberapa waktu lalu salah seorang teman se-lab dari rekan saya di München bertanya kepada rekan saya tentang bahaya puasa terhadap dehidrasi, karena puasa disini berlangsung pada musim panas selama 18 jam.
Beberapa penelitian terhadap kondisi air dalam tubuh selama puasa Ramadan telah dilakukan. Efek puasa terhadap kadar air dan garam altet sepakbola yang melakukan latihan selama puasa telah diukur. Pada minggu ke-3 Ramadan, pengukuran air dan kadar garam dilakukan pada sesi latihan selama 60-70 menit pada temperatur 25-28 derajat dengan kelembaban udara 60-70%. Data-data deskriptif yang terukur menunjukkan variasi yang besar pada semua parameter yang diukur, dengan perbedaan yang relatif kecil pada parameter keringat antara atlet yang berpuasa dengan non-puasa.
Efek puasa Ramadan terhadap parameter fisiologis tubuh juga telah diteliti. Sebelum kadar glukosa darah turun, kadar glukosa dipertahankan pada kondisi normal oleh glukosa dari asupan makanan sahur, dan ketika kadar glukosa turun akan dipertahankan dari peruraian glikogen. Terkait dengan kadar glukosa pasien diabetes tipe 1 tidak dianjurkan untuk berpuasa, sedangkan pasien diabetes tipe 2 masih diperbolehkan berpuasa. Selain itu tidak ada pengaruh puasa terhadap kondisi jantung, paru-paru, hati, ginjal, profil hematologi, endokrin serta fungsi neuropsikiatris. Penelitian efek puasa pada kehamilan juga telah dilakukan. Puasa Ramadhan pada trimester kedua tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap stres oksidatif, perkembangan janin maupun berat badan lahir janin. Meskipun secara keseluruhan puasa Ramadan aman, namun untuk pasien dengan penyakit tertentu hendaknya berkonsultasi kepada dokter dan mengikuti anjuran dokter.
Penelitian lain terhadap atlet yang berpuasa juga memberikan hasil yang menarik. Atlet yang berlatih pada waktu 11 jam setelah makan dan minum, awalnya malas untuk berlatih, namun kemudian performa latihannya terus meningkat dan tidak terpengaruh oleh efek puasa. Hal yang sama juga terlihat pada status biokimiawi serta nutrisi atlet. Meskipun demikian, disarankan agar altet tersebut beristirahat dengan cukup serta mengkonsumsi makanan bergizi untuk mempertahankan performa dan status kesehatannya selama puasa Ramadan.
Masyarakat sering juga memanfaatkan momentum Ramadan untuk menurunkan berat badan. Secara umum, beberapa penelitian menyebutkan bahwa penurunan massa tubuh selama puasa Ramadan adalah hal yang sangat wajar terjadi. Dehidrasi-pun pasti terjadi namun belum dapat dikategorikan apakah termasuk dehidrasi kronik. Selain itu belum ditemukan adanya efek negatif puasa Ramadan terhadap keseimbangan cairan dalam tubuh. Semoga ulasan singkat ini bisa membantu menjelaskan bahwa puasa tidak berbahaya bagi kesehatan.
Pustaka :
Eur J Clin Nutr. 2003, 57 Suppl 2:S30-8.
J Sports Sci. 2008 Dec;26 Suppl 3:S3-6.
Ann Nutr Metab. 2010;56(4):273-82.
J Obstet Gynaecol Res. 2011 Jul;37(7):729-33.
J Sports Sci. 2012 Jul;30 Suppl 1:S9-S19.