Menjelajahi tanah kelahiran Mozart
Ide dadakan terkadang lebih mudah direalisasikan dibandingkan ide yang direncanakan sejak lama. Minggu lalu saya dan teman di pengajian München punya ide dadakan. Gimana kalo kita ngabuburit? Kemana? Ke Salzburg, what? Ayo!! Siapa takut? Kamis malam kami berembuk via facebook mencari teman yang bisa ikut, karena dengan Bayern tiket semakin banyak orang yang ikut (maksimal 5 orang) semakin murah tiket yang harus dibayarkan per orangnya. Sampai Jumat malam kami masih mencari teman perjalanan, sampai akhirnya diputuskan berangkat berempat.
Salzburg adalah kota di Austria, terletak di sebelah tenggara kota Munich, dapat ditempuh dalam waktu dua jam dengan kereta. Nama kota ini kalau diartikan kurang lebih adalah kota garam. Kota ini bukanlah kota produsen garam, namun dalam sejarah kota ini sempat diberlakukan bea masuk garam. Kota ini sangat terkenal karena beberapa hal, antara lain tempat kelahiran Mozart, seorang komposer musik klasik; serta film The Sound of Music yang mengambil setting di kota ini. Diantara teman perjalanan saya, ternyata tidak banyak yang tahu tentang film tersebut, tapi ketika saya menyanyikan sedikit melodi dari lagu-lagu dalam film tersebut mereka tahu lagunya.
Sesampainya di Salzburg kami segera mencari tourist information centre di Salzburg Hauptbahnhof (Stasiun pusat Salzburg). Antrian mengular, maklum karena awal Agustus adalah awal liburan anak sekolah. Akhirnya kami membeli paket Salzburg card. Harga aslinya EUR 25 per orang, namun karena kami datang dari Muenchen dengan Bayern tiket, kami mendapat diskon EUR 2,5 per orang. Paket ini sangat hemat, karena kami dapat memasuki banyak objek wisata penting, serta gratis tiket bus selama di Salzburg.
Petualangan pertama kami adalah Schloss Mirabel atau Mirabel Palace. Bagunan istana ini dibuat dengan gaya barok. Bangunan ini saat ini menjadi kantor walikota Salzburg dan dewan kota. Beberapa ruangan dijadikan tempat untuk acara pernikahan, upacara resmi dan konser musik. Saat kami berkunjung kesana, sedang ada upacara pernikahan. Konon katanya salah satu ruangannya terkenal sebagai ruangan pernikahan paling indah di dunia. Istana Mirabel memiliki taman yang indah dengan bunga yang berwarna-warni, tanaman hijau serta air mancur. Air mancur dengan patung kuda sangat terkenal karena menjadi setting film The Sound of Music. Di dekat pintu keluar taman terlihat beberapa seniman dengan atributnya yang unik. Ada juga pengamen jalanan yang tampil sekeluarga besar, terlihat dari wajah yang mirip. Mereka membawakan lagu yang easy listening.
Kami-pun melangkahkan kaki menuju Mozart Wohnhaus alias rumah tempat tinggal Mozart, yang kini ditata apik menjadi sebuah museum. Disini kami tinggal menunjukkan Salzburg card dan kami pun diberikan audio guide dalam bahasa Inggris. Kami tinggal memilih nomor sesuai ruangan atau benda dalam museum, maka audio akan memutar keterangan dan informasi lengkap mengenai benda yang kita kunjungi. Berbagai macam benda seperti tulisan tangan, piano dan perlengkapan pribadi Mozart tertata dengan rapi. Kami tidak diizinkan memotret di dalam museum. Kami beranjak menuju rumah tempat kelahiran Mozart atau Mozart Geburthaus. Disini-pun kami mengelilingi museum dengan panduan audio guide. Interior di dalamnya hampir mirip dengan museum sebelumnya, namun disini lebih banyak benda serta informasi tentang keluarga Mozart.
Dari sana kami berjalan menyeberangi sungai Salzach melewati jembatan. Terlihat gembok bergantungan di jembatan tersebut. Orang-orang punya kepercayaan kalo menulis nama pasangan dan mengikatkan gembok di jembatan, maka cintanya akan langgeng. Wah, ada-ada saja. Di atas jembatan juga terlihat musisi jalanan yang memainkan beberapa lagu. Mendadak saya teringat akan suasana kota Jogjakarta.
Kami langkahkan kaki ke Festung Hohensalzburg, sebuah kastil indah yang terletak di puncak bukit. Kastil ini terlihat sejak kami menginjakkan kaki di Salzburg. Kami sempat melewati areal pertokoan yang menjual souvenir, penjual mainan tradisional, areal konser musik serta gereja tua yang sangat besar. Untuk naik ke atas kastil, kami naik cable car. Salah satu keuntungan menggunakan Salzburg card adalah tidak harus antri membayar. Sekitar 3 menit cable car membawa kami menuju ke atas kastil. Terlihat indahnya pemandangan kota Salzburg saat kami naik ke atas.
Sesampainya di atas, kami terpukau dengan pemandangan kota Salzburg dari atas. Di dalam kastil ini ada semacam kota kecil. Kami pun masuk ke dalam museum dengan panduan audio guide. Bangunan kastil ini masih asli dan terjaga. Kami-pun tidak diizinkan memotret selama di dalam kastil. Puas rasanya berkeliling. Tak lupa kami menyempatkan diri untuk berfoto di puncak kastil. Kami turun, dan melanjutkan perjalanan ke kawasan pemakaman, setelah itu kami naik ke gua di atas bukit. Lelah mulai terasa.
Masih ada dua tempat yang akan kami kunjungi yaitu Schloss Hellbrunn dan Redbull Arena. Untuk menuju ke Schloss Hellbrunn kami naik bus. Schloss hellbrunn adalah istana air. Saya pun membandingkannya dengan kawasan Taman Sari di Jogjakarta. Kami harus menunggu sampai jumlah pengunjung 50 orang untuk tur bersama pemandu. Tur dibuka dengan penjelasan sejarah istana ini. Sesuai dengan namanya, istana ini penuh dengan kejutan air dimana-mana. Tempat ini sangat cocok dikunjungi di musim panas. Setelah mengelilingi kawasan taman, kami pun masuk ke dalam istana. Lagi-lagi kami dipandu oleh audio guide. Setelah puas mengelilingi bagian dalam istana kami bergegas menuju halte bus.
Sebenarnya masih ada satu tujuan lagi yaitu Redbull Arena, stadion tempat berlangsungnya piala Eropa 2008, namun waktu tidak berpihak. Kami harus segera kembali ke Munich dengan kereta pukul 18.09 agar kami bisa berbuka puasa di Munich. Memang sangat layak kota Salzburg menjadi warisan budaya dunia. Suatu saat saya akan kembali lagi kesana. Saya masih penasaran dengan Redbull Arena. Insha Allah.