Aug
17
2014

Cerita dari tepi danau Zürich

Zürich merupakan salah satu kota di Swiss, dan merupakan salah satu kota termahal di dunia. Untuk menuju kesana, saya harus naik bus selama 4 jam dari München. Zürich merupakan salah satu kota di Swiss yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Jerman, jadi bagi saya seperti pindah kota saja. Saya harus berganti 3 negara untuk sampai kesana, dimulai dari Jerman, lalu memasuki perbatasan Austria dan akhirnya masuk ke Swiss. Begitu memasuki negara Swiss ada nuansa berbeda yang saya rasakan. Nuansa rapi, keteraturan, kelestarian bangunan-bangunan yang arsitektur kunonya yang masih terjaga., serta bertebarannya mobil-mobil mewah merek terkenal di jalanannya. Bus yang saya tumpangi harus transit di kota St.Gallen terlebih dahulu, salah satu kota kecil di perbatasan antara Swiss dan Austria.

Pengalaman menarik yang saya alami selama di kota ini yang pertama adalah kotanya yang rapi, teratur, serta harga barang-barangnya yang lebih mahal dibandingkan di kota München. Sebagai kota yang tidak hancur akibat perang dunia, bangunan kuno masih mendominasi tata kota. Bus yang saya tumpangi mengantarkan saya ke terminal bus, yang tidak jauh dari stasiun kereta api utama di kota (Hauptbahnhof). Dari sana, saya berjalan kaki melewati Bahnhofstraße, disambut dengan deretan toko barang merek terkenal di dunia, yang pasti dengan harga yang sangat mahal bagi saya. Saya susuri jalanan tersebut, rupanya hari ini ada European Athletic Campionship di sini, beberapa jalur tram ditutup. Akhirnya saya sampai juga di tepi telaga Zürich. Tepatnya di Bürkliplatz.

z1Di sini terdapat terminal atau pelabuhan kapal yang mengangkut para wisatawan berkeliling danau. Tak hanya perahu besar, ada juga perahu cepat yang ukurannya lebuh kecil, serta perahu memancing dan perahu untuk olah raga layar. Di dekat pelabuhan, dibangunlah panggung serta layar raksasa yang menyiarkan secara langsung pertandingan lari marathon. Riuh rendah suara supporter mewarnai jalanan di sana. Tak lupa mereka membawa bendera dari negara masing-masing. Dari sana saya susuri tepian danau, mulai dari areal penyewaan perahu memancing, perahu untuk layar. Taman di sekitar danau juga menawarkan areal yang hijau nan asri, lengkap dengan bunga-bunga, air mancur yang langsung bias diminum, serta ada pula taman burung yang beberapa koleksinya didatangkan dari Indonesia.

z2

Puas menyusuri tepian danau, saya beranjak menuju Quaibrücke, jembatan yang menghubungkan dua wilayah diantara sungai Liemal. Dari sana, saya menuju ke Großmünster, sebuah bangunan gereja yang menaranya bisa dinaiki. Dari sana bisa kita lihat kota Zürich dari ketinggian, namun bagi saya masih lebih tinggi menara gereja yang ada di Straßburg. Puas melihat ketinggian, saya menyeberangi Münsterbrücke untuk melihat Fraumünster, tepat di seberang sungai dari Großmünster, hanya saja ukurannya lebih kecil. Dari sana saya susuri gang gang kecil menuju St.Peter Church, tidak terlalu besar ukurannya dan menurut saya gedungnya juga kalah bagus dibandingkan yang ada di München. Diantara gang-gang kecil ada banyak toko dengan merek terkenal di dunia. Saya pun menuju ke Lindenhof, suatu bangunan kastil romawi yang terletak di atas bukit. Dari sana bias kita lihat kota Zürich dari sisi yang lain. Puas menikmati pemandangan, saya pun menuruni bukit, untuk menuju sisi bukit lain di seberang sungai, tepatnya menuju areal kampus ETH Zürich.

z3ETH Zürich merupakan salah satu kampus dengan reputasi bagus di dunia. Saya memilih unuk menaiki bukit dengan berjalan kaki, karena bagi saya tidak terlalu tinggi. Di atas bukit saya temui kampus ETH Zurich yang bersebelahan dengan Universität Zürich dan Universitätspital, atau rumah sakit. Kebetulan hari Sabtu kampus tetap buka, saya bias menyaksikan geliat aktivitas mahasiswa di kampus. Saya sangat menikmati suasana di kampus ini. Tak terasa lebih dari dua jam saya habiskan disini. Saya mulai dari berkeliling gedung, masuk ke kampus pusat yang bangunannya tergolong kuno namun masih terawat, bahkan peralatan kuliahnya malah lebih modern daripada di LMU. Saya habiskan waktu untuk menulis dan berdiskusi dengan teman saya. Kampus ini memiliki kantin mahasiswa (Mensa) yang menurut saya lokasinya sangat strategis, yaitu terletak di atas bukit dengan pemandangan menghadap kota. Mahasiswa tentunya betah menghabiskan waktu berlama-lama di kampus dengan situasi seperti ini. Mungkin ini salah satu strategi dari pendiri institute, bahwa dengan membuat suasana kampus yang nyaman, mahasiswa akan terpacu semangat belajarnya hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia. Tak ayal puluhan pemenang nobel lahir dari ETH Zürich.

Ada satu kebiasaan saya saat mengunjungi kota di Eropa, yaitu berkunjung ke masjid atau Islamic Center di kota tersebut. Dari hasil penelusuran saya, ada satu masjid yang arsitekturnya bagus, namun itu milik jamaah ahmadiyah. Ada dua masjid lainnya,, namun tidak berhasil saya temukan. Mungkin karena letaknya berada di tengah areal pemukiman, serta bagunannya yang berupa gedung-gedung apartemen, dengan penandaan yang kurang begitu jelas.

Saya berharap suatu saat nanti akan dapat kembali lagi ke sini, untuk riset ataupun sekedar jalan-jalan, dan menemukan masjid yang saya cari. Perjalanan ke Zürich harus saya akhiri. Banyak sekali museum yang ada di sini. Namun saya hanya tertarik k museum Bärgasse. Bus akhirnya membawa saya meninggalkan kota ini pukul 18.30 waktu eropa tengah.

Written by adam_apt in: Travelling |

Powered by WordPress. Theme: TheBuckmaker